Thursday, July 3, 2008

Father and son's bonding



Dengarlah anakku! Kukatakan ini pada saat kalu tidur, sewaktu kepalan tanganmu yang kecil itu terletak di bawah pipimu, dan sewaktu rambutmu yang pirang itu melekat pada dahimu. Dengan diam-diam aku masuk kamarmu. Beberapa menit yang lalu, ketika aku duduk membaca koran, timbullah rasa sesal di dalam hatiku. Setelah aku sadar akan kesalahanku, kuhampiri tempat tidurmu. Tahukah kamu anakku apa yang aku pikir? Aku harus memarahimu karena waktu berdandan tadi pagi, kamu seka muka hanya sekali saja dengan handukmu. Aku telah menyetrap kamu karena sepatumu tidak kamu sikat. Aku menjadi marah karena kamu campakkan beberapa bendamu di lantai.

Pada waktu kamu makan pagi, sekali lagi telah kuperingatkan kamu mengotori pakaianmu, kamu makan dengan tidak sopan, kamu duduk dengan bertopang sikut di meja, kamu mengolesi roti dengan mentega terlalu banyak. Ketika kamu pergi bermain, aku pergi ke stasiun, kamu menoleh menggapai-gapaikan tangan memberi salam dengan teriakmu, "Selamat jalan Ayah." Sedangkan aku marah karena kamu harus berjalan tegak.

Masih ingatkah kamu ketika kamu masuk ke dalam kantor belajarku dengan mukamu yang sedih dan berlinang air mata? Ketika aku menghadapkan mukake kepadamu, aku marah karena aku diganggu. Kamu berhenti dan berdiri di pintu dengan ragu-ragu. Aku membentakmu, "Mau apa?" Kamu tidak menyahut apa-apa, tetapi berlari mendekatiku, merangkul leherku dan memelukku, dan tanganmu yang kecil itu memegangku dengan kasihmu yang telah ditumbuhkan dalam kalbmu oleh Tuhan, yang kelalaian tidak bisa membinasakannya. Dan tiba-tiba kamu berlari kembali dan kudengar kamu turun tangga.

Lihatlah anakku, tidak lama kemudian jatuhlah koranku dari pegangan tanganku, merasuklah ke seluruh badanku rasa takut yang amat sangat. Dibawa ke manakah aku dengan kekuasaan kebiasaanku itu? yaitu kebiasaan yang selalu memberikan peringatan, memberikan hardikan. Dengan itukah kuhadiahi kamu, karena kamu anak kecil? Bukan karena aku tidak sayang kepadamu, melainkan karena aku terlalu mengharap banyak dari masa mudamu. Aku telah mengukurmu dengan ukuran umurku sendiri.

Namun, dalam peranagimu banyaklah sifat-sifat yang baik, yang halus dan benar. hatimu yang kecil itu sama besarnya dengan sinar fajar yang menerangi bukit yang luas. Itu telah kamu perlihatkan dengan cara yang tidak dibuat-buat ketika kamu datang dan masuk ke kamarku untuk memelukku sebagai ucapan "selamat tidur".

Lain-lain peristiwa tidaklah kuhiraukan malam ini, anakku. Aku menghampiri tempat tidurmu dalam gelap dan aku berlutut di sampingmu denganr asa malu dalam hatiku. Cumbuan yang tak ada artinya, aku tahu, bahwa kamu tak mengerti tentang hal ini semua, jika kubacakan pada saat kamu jaga. Akan tetapi, besok aku akan menjadi ayah yang sejati! Aku akan menjadi sahabatmu, yang akan ikut merasakan kesedihan dan kegembiraan hatimu. Akan kugigit lidahku jika aku mulai merasa jengkel. Untukmu selanjutnya akan menjadi dalil yang suci, "Ingatlah dia masih anak kecil..... anak kecil!!!!!!!!"

Aku khawatir kalau-kalau ukuran pandanganku terhadap dirimu seperti ukuran untuk orang tua. Namun bagiku sekarang, kulihat bahwa kamu masih anak kecil, seperti keadaan kamu sekarang, tidur kelelahan dalam katilmu.

Keinginanku terlalu banyak.... ya... terlalu banyak.....

Artikel ini cukilan dari buku Mereka Bilang Aku Kafir (based on true story) karangan Muhammad Idris yang juga mencukil dari W Livingston Larned.

Foto diambil dari sini.

8 comments:

Marshmallow said...

bagus banget, be.
jadi pengen cepet-cepet jadi ayah nih aku.

Bakhrian said...

@hemma: hahahaha...
pengen jadi ayah? waduh... ga salah tuh.....

Anonymous said...

Hayooo ka... cepet2 tuh juga menjadi seorang ayah tapi cari ibunya dulu :p

Anonymous said...

hm..hm..mirip Frank Lampard pesepakbola Chelsea

Anonymous said...

Well, I understood nothing but at least I think you are not the dad!

awi said...

Bagus bgt bukunya, baca cukilannya aza bikin aku terharu,apalagi klo baca bukunya. Smoga para orang tua tdk terlalu otoriter lg pd anak2nya.Thx ya

Moh Bakhrian Syah said...

@anna: nah... itulah masalahnya.... hehehehe

@mumtaz: ketahuan nih... penggemar UERO juga.... hidup Spanyol... hehehe

@awi: kalo bukunya sih setelah selesai bacanya... kurang begitu menarik... tapi coba aja... siapa tahu kita beda persepsi... :)

Moh Bakhrian Syah said...

@quint: indeed... I am not